Senin, 17 Oktober 2016

Upacara Adat Ritual Tabuik Pariaman


Di Sumatera barat, tepatnya kota pariaman, dipesisir pantai Pariaman, di sini setiap tanggal 1 muharam sampai dengan 10 muharam sering di adakan pesta budaya adat yang disebut "Tabuik". Dari berbagai sumber sejarah kata Tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah.

Upacara adat ini untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu tapi dengan nama yang sedikit berbeda, bengkulu menyebutnya Tabot dan prosesi adatnya pun berbeda. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah ia meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dengan mengangkat Jasid (anaknya) sebagai putera mahkota. (Sumber: Sejarah Tabuik). Tabuik Pariaman sudah digelar sejak 1831, namun dalam perkembangannya, mulai tahun 1974 dipaket menjadi atraksi wisata, hingga menjadi event tetap Pemda setempat.

Sebelum upacara adat tabuik dilaksanakan, dilakukan pembuatan tabuik di dua tempat, yaitu di Pasa (tabuik pasar) dan Subarang (tabuik sebarang). Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Ada yang unik di prosesi awal pembuatan Tabuik ini, yaitu ketika warga Pasa dan Subarang berperang, berperang dalam arti sebenarnya, bahkan sampai melukai dan menimbulkan korban akan tetapi setelah acara Tabuik selesai mereka akan berdamai kembali. Tetapi ritual yang seperti itu beberapa tahun terakhir sudah ditiadakan, dan hanya dilakukan simbolis saja.





Untuk menambah semangat para pengusung Tabuik biasanya diiringi dengan musik “Gendang Tasa” (kelompok alat musik gendang yang terbuat dari kulit kerbau, dan dimainkan pemuda beramai-ramai), kelompok yang memainkan alat musik ini bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat).



Penyatuan tabuik dilakukan menjelang sholat Zuhur. Kedua Tabuik, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang adalah bentuk dari dua pasukan yang akan di pajang hadap-hadapan seolah-olah dua pasukan yang akan berperang.

Dalam prosesi adat ini dilakukan beberapa tahapan :

Pengambilan tanah pada 1 Muharam. Seorang laki-laki yang sudah ditentukan mengambil tanah yang berjarak sekitar 1 kilometer dari tempat pembuatan Tabuik. Tanah dibawa dengan Peti dan diiringi arak-arakan gendang tasa.



Ketika hiasan tabuik selesai 50 persen, pada 5 Muharam dilakukan penebangan batang pisang sekali tebas dengan sebilah pedang tajam. Pada 7 Muharam dilakukan acara yang disebut"Maatam", yakni mengekspresikan kesedihan atas wafatnya Hussein. Prosesi ini dilakukan dengan meletakkan simbol jari-jari tangan Hussein yang dicincang Raja Yazid dalam alat bernama Panja, simbol kuburan imam itu.Malamnya, Panja diarak keliling kota dengan ekspresi sedih para pengikutnya, diiringi gendang tasa. Pada 8 Muhara m dilakukan acara membawa lambang Sorban, Pedang, dan Kopiah Imam Hussein yang diletakkan di atas du lang(talam) keliling kota.

Iring-iringan ini diikuti gendang tasa yang bertalu-talu. Pada 10 Muharam pukul 04.00 WIB digelar acara tabuik naik pangkat. Tabuik yang semula dibuat dua bagian–dengan bahan rangka dari bambu dihias kain dan kertas–disatukan dengan mengangkatnya.

Puncak acara,Tabuik yang tingginya mencapai 12 meter ini diarak ke tengah kota diiringi gendang tasa dan teriakan-teriakan khas Hoyak Tabuik. Tabuik diputar, digoyang-goyang, dan perlahan-lahan dibawa ke pantai untuk dibuang ke laut pada senja hari. Ini melambangkan Bouraq yang membawa jenazah Imam Hussein telah terbang ke langit.
Sepanjang acara adat dari 1 sampai dengan 10 muharam, malam dikota pariaman diadakan pameran dan bazar budaya di lapangan merdeka pariaman, dari pakaian adat, miniatur tabuik, makanan khas, kesenian khas pariaman dan banyak lagi. Ada istilah ”Pariaman kota nan langang batabuik makonyo rami”.

Berikut Foto-foto acara puncak Pesta Budaya Tabuik, iring-iringan Hoyak Tabuik yang di Giring ke pantai untuk dibuang kelaut.









Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara tabuik (Bengkulu: tabot) mulai dikenal di Indonesia. Namun, catatan dari Snouck Hrgronje, seorang peneliti pranata Islam di masyarakat pribumi Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) memiliki derajat kesahihan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan berbagai versi cerita mengenai asal-usul perayaan tabuik di Pariaman. Bahwa tradisi unik yang diadakan tiap tahun pada sepuluh hari pertama bulan Muharram ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Mereka, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India.
Jauh berbeda dengan eforia (senang berlebihan) perayaan tabuik yang identik dengan keramaian, pawai, dan berbagai atraksi tari-musik, ternyata perayaan tabuik hakikatnya sebuah ritual keagamaan penganut Syi‘ah. Bertujuan untuk memperingati peristiwa wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yang dibantai. Ketika Hassan bin Ali yang wafat diracun dan Husein bin Ali yang gugur dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Iraq tanggal 10 Muharam 61 Hijrah (681 Masehi). Tubuh Husain bin Ali yang sudah wafat dirusak dengan tidak wajar.
Inti dari upacara tabuik adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya ketika mengumpulkan potongan tubuh Husein bin Ali. Penganut Syi‘ah percaya bahwa jenazah Husain bin Ali diusung ke langit menggunakan Bouraq dengan peti jenazah yang disebut tabuik di kala itu. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik (bagian utama bangunan tabuik).
Seiring berkembangnya waktu, kebiasaan itu akhirnya mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan Pesta Budaya Tabuik Piaman yang diadakan di Pariaman danFestival Tabot yang diadakan di Bengkulu.
Jika awalnya upacara tabuik digunakan oleh orang-orang Madras dan Bengali yang berpaham Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka setelah terjadi pembauran budaya dengan masyarakat setempat, maka ritual berkabung itu berubah fungsi menjadi festival budaya lokal yang penuh dengan keceriaan. Diselenggarakan tidak hanya oleh garis keturunan orang-orang Madras dan Bengali. Tetapi oleh seluruh unsur masyarat sekitar.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat aneka makanan seperti kue-kue khas Pariaman. Menurut Halimah dalam situsnya uun-halimah.blogspot.com, prosesi panjang tabuik diawali dengan membuat tabuik di dua tempat, yaitu di pasar (tabuik pasa) dan subarang (tabuik subarang). Masing-masing terdiri dari dua bagian (atas dan bawah) yang tingginya dapat mencapai 12 meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia.
Bagian bawah itu mewakili bentuk burung Buraq yang dipercaya membawa Husein bin Ali ke langit menghadap Yang Kuasa. Kedua bagian ini kemudian disatukan. Caranya, bagian atas diusung secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Kedua tabuik tadi dipajang berhadap-hadapan dan merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan berperang. Ba’da Ashar, kedua tabuik diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibopong oleh delapan orang pria. Arak-arakan berlanjut hingga ke Pantai Gandoriah. Di tempat ini kedua tabuik diadu, untuk menggambarkan situasi perang di Padang Karbala. Usai diadu, kedua tabuik dibuang ke laut.
Prosesi membuang tabuik ke laut ini melambangkan dibuangnya segala silang sengketa di masyarakat. Sekaligus, melambangkan terbangnya burung Buraq membawa jasad Husein ra ke Surga. Selama sepuluh hari (1-10 Muharam), digelar pula berbagai penampilan seni budaya anak Nagari Pariaman, yakni Rabab Pariaman, Gandang Tassa, Randai, Lomba Baju Kuruang, Puisi dan Tari Minang. Selain itu digelar bazar dan pameran aneka produk usaha kecil dan menengah serta komoditi ekspor dari Pariaman. Ratusan ribu pengunjung berdatangan selama pesta "tabuik", baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Upacara ritual tabuik sebagai seluruh produk kebudayaan tentunya menambah keunikan kebudayaan Minangkabau. Bertitik tolak pada interpretasi dari kenyataan-kenyataan sejarah tabuik dan hubungannya dengan kondisi obyektif masyarakat Minang, Pesta Budaya Tabuik Piaman akhirnya menjadi salah satu bentuk kesenian daerah yang punya keunikan tersendiri bagi kekayaan budaya bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai kebudayaannya sendiri.
Oleh karena itu disarankan kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam pembinaan kebudayaan, termasuk dalam hal ini Pemerintah Daerah di masyarakat Pariaman betul-betul menampakkan Pesta Budaya Tabuik Piaman, agar meningkatkan usaha-usaha pelestarian kesenian, termasuk mengintensifkan segi-segi promosi dan publikasi. Hal yang sederhana seperti mengusahakan miniature-miniatur bangunan tabuik untuk souvenir dan mempromosikan makanan-makanan khas tabuik (setidak-tidaknya selama musim tabuik).




Sumber:
http://loveatiklangang.blogspot.co.id/2010/12/tabuik-pariaman.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar