Di Sumatera barat, tepatnya
kota pariaman, dipesisir pantai Pariaman, di sini setiap tanggal 1 muharam
sampai dengan 10 muharam sering di adakan pesta budaya adat yang disebut "Tabuik".
Dari berbagai sumber sejarah kata Tabuik artinya adalah peti pusaka
peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani
Israel dengan Allah.
Upacara adat ini untuk
memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah
yang bertepatan dengan 680 Masehi. selain di Pariaman, ritual mengenang
peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu tapi dengan nama yang sedikit
berbeda, bengkulu menyebutnya Tabot dan prosesi adatnya pun berbeda. Dalam
perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji
Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah ia
meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dengan mengangkat Jasid
(anaknya) sebagai putera mahkota. (Sumber: Sejarah Tabuik). Tabuik Pariaman
sudah digelar sejak 1831, namun dalam perkembangannya, mulai tahun 1974 dipaket
menjadi atraksi wisata, hingga menjadi event tetap Pemda setempat.
Sebelum upacara adat
tabuik dilaksanakan, dilakukan pembuatan tabuik di dua tempat, yaitu di Pasa (tabuik
pasar) dan Subarang (tabuik sebarang). Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh
aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Ada yang unik di prosesi awal
pembuatan Tabuik ini, yaitu ketika warga Pasa dan Subarang berperang,
berperang dalam arti sebenarnya, bahkan sampai melukai dan menimbulkan korban
akan tetapi setelah acara Tabuik selesai mereka akan berdamai kembali.
Tetapi ritual yang seperti itu beberapa tahun terakhir sudah ditiadakan, dan
hanya dilakukan simbolis saja.
Untuk menambah semangat
para pengusung Tabuik biasanya diiringi dengan musik “Gendang Tasa” (kelompok
alat musik gendang yang terbuat dari kulit kerbau, dan dimainkan pemuda
beramai-ramai), kelompok yang memainkan alat musik ini bertugas mengiringi
acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat).
Penyatuan tabuik
dilakukan menjelang sholat Zuhur. Kedua Tabuik, Tabuik Pasa dan Tabuik
Subarang adalah bentuk dari dua pasukan yang akan di pajang hadap-hadapan
seolah-olah dua pasukan yang akan berperang.
Dalam prosesi adat ini dilakukan beberapa
tahapan :
Pengambilan tanah pada 1
Muharam. Seorang laki-laki yang sudah ditentukan mengambil tanah yang
berjarak sekitar 1 kilometer dari tempat pembuatan Tabuik. Tanah
dibawa dengan Peti dan diiringi arak-arakan gendang tasa.
Ketika hiasan tabuik
selesai 50 persen, pada 5 Muharam dilakukan penebangan batang pisang sekali
tebas dengan sebilah pedang tajam. Pada 7 Muharam dilakukan acara yang disebut"Maatam",
yakni mengekspresikan kesedihan atas wafatnya Hussein. Prosesi ini dilakukan
dengan meletakkan simbol jari-jari tangan Hussein yang dicincang Raja Yazid
dalam alat bernama Panja, simbol kuburan imam itu.Malamnya, Panja diarak
keliling kota dengan ekspresi sedih para pengikutnya, diiringi gendang tasa.
Pada 8 Muhara m dilakukan acara membawa lambang Sorban, Pedang, dan
Kopiah Imam Hussein yang diletakkan di atas du lang(talam) keliling kota.
Iring-iringan ini diikuti
gendang tasa yang bertalu-talu. Pada 10 Muharam pukul 04.00 WIB digelar
acara tabuik naik pangkat. Tabuik yang semula dibuat dua bagian–dengan bahan
rangka dari bambu dihias kain dan kertas–disatukan dengan mengangkatnya.
Puncak acara,Tabuik yang
tingginya mencapai 12 meter ini diarak ke tengah kota diiringi gendang tasa dan
teriakan-teriakan khas Hoyak Tabuik. Tabuik diputar, digoyang-goyang, dan
perlahan-lahan dibawa ke pantai untuk dibuang ke laut pada senja hari. Ini melambangkan
Bouraq yang membawa jenazah Imam Hussein telah terbang ke langit.
Sepanjang acara adat dari
1 sampai dengan 10 muharam, malam dikota pariaman diadakan pameran dan
bazar budaya di lapangan merdeka pariaman, dari pakaian adat, miniatur tabuik,
makanan khas, kesenian khas pariaman dan banyak lagi. Ada istilah ”Pariaman
kota nan langang batabuik makonyo rami”.
Berikut Foto-foto acara
puncak Pesta Budaya Tabuik, iring-iringan Hoyak Tabuik yang di Giring
ke pantai untuk dibuang kelaut.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara tabuik
(Bengkulu: tabot) mulai dikenal di Indonesia. Namun, catatan dari Snouck
Hrgronje, seorang peneliti pranata Islam di masyarakat pribumi
Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) memiliki derajat kesahihan yang paling
tinggi jika dibandingkan dengan berbagai versi cerita mengenai asal-usul
perayaan tabuik di Pariaman. Bahwa tradisi unik yang diadakan tiap tahun pada
sepuluh hari pertama bulan Muharram ini dibawa oleh para tukang yang membangun
Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Mereka, didatangkan oleh Inggris
dari Madras dan Bengali di bagian selatan India.
Jauh berbeda dengan eforia (senang berlebihan) perayaan tabuik yang
identik dengan keramaian, pawai, dan berbagai atraksi tari-musik, ternyata
perayaan tabuik hakikatnya sebuah ritual keagamaan penganut Syi‘ah.
Bertujuan untuk memperingati peristiwa wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yang
dibantai. Ketika Hassan bin Ali yang wafat diracun dan Husein bin Ali yang
gugur dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala,
Iraq tanggal 10 Muharam 61 Hijrah (681 Masehi). Tubuh Husain bin Ali yang sudah
wafat dirusak dengan tidak wajar.
Inti dari upacara tabuik adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah
dan kaumnya ketika mengumpulkan potongan tubuh Husein bin Ali. Penganut Syi‘ah
percaya bahwa jenazah Husain bin Ali diusung ke langit menggunakan Bouraq
dengan peti jenazah yang disebut tabuik di kala itu. Kendaraan Bouraq yang
disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik (bagian utama
bangunan tabuik).
Seiring berkembangnya waktu, kebiasaan itu akhirnya mengalami asimilasi
dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan
menjadi apa yang kemudian dikenal dengan Pesta Budaya Tabuik Piaman yang
diadakan di Pariaman danFestival Tabot yang diadakan di Bengkulu.
Jika awalnya upacara tabuik digunakan oleh orang-orang Madras dan
Bengali yang berpaham Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin
Abi Thalib, maka setelah terjadi pembauran budaya dengan masyarakat setempat,
maka ritual berkabung itu berubah fungsi menjadi festival budaya lokal yang
penuh dengan keceriaan. Diselenggarakan tidak hanya oleh garis keturunan orang-orang Madras
dan Bengali. Tetapi oleh seluruh unsur masyarat sekitar.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara tabuik, warga Pariaman sudah
sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat aneka makanan
seperti kue-kue khas Pariaman. Menurut Halimah dalam situsnya
uun-halimah.blogspot.com, prosesi panjang tabuik diawali dengan membuat tabuik
di dua tempat, yaitu di pasar (tabuik pasa) dan subarang (tabuik subarang).
Masing-masing terdiri dari dua bagian (atas dan bawah) yang tingginya dapat
mencapai 12 meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi
dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk
tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia.
Bagian bawah itu mewakili bentuk burung Buraq yang dipercaya membawa
Husein bin Ali ke langit menghadap Yang Kuasa. Kedua bagian ini kemudian
disatukan. Caranya, bagian atas diusung secara beramai-ramai untuk disatukan
dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor,
bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Kedua tabuik tadi dipajang
berhadap-hadapan dan merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan
berperang. Ba’da Ashar, kedua tabuik diarak keliling Kota Pariaman.
Masing-masing tabuik dibopong oleh delapan orang pria. Arak-arakan berlanjut
hingga ke Pantai Gandoriah. Di tempat ini kedua tabuik diadu, untuk
menggambarkan situasi perang di Padang Karbala. Usai diadu, kedua tabuik
dibuang ke laut.
Prosesi membuang tabuik ke laut ini melambangkan dibuangnya segala
silang sengketa di masyarakat. Sekaligus, melambangkan terbangnya burung Buraq
membawa jasad Husein ra ke Surga. Selama sepuluh hari (1-10 Muharam), digelar
pula berbagai penampilan seni budaya anak Nagari Pariaman, yakni Rabab
Pariaman, Gandang Tassa, Randai, Lomba Baju Kuruang, Puisi dan Tari Minang.
Selain itu digelar bazar dan pameran aneka produk usaha kecil dan menengah
serta komoditi ekspor dari Pariaman. Ratusan ribu pengunjung berdatangan selama
pesta "tabuik", baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Upacara
ritual tabuik sebagai seluruh produk kebudayaan tentunya menambah keunikan kebudayaan
Minangkabau. Bertitik tolak pada interpretasi dari kenyataan-kenyataan sejarah
tabuik dan hubungannya dengan kondisi obyektif masyarakat Minang, Pesta
Budaya Tabuik Piaman akhirnya menjadi salah satu bentuk kesenian daerah yang
punya keunikan tersendiri bagi kekayaan budaya bangsa. Bangsa yang besar adalah
bangsa yang dapat menghargai kebudayaannya sendiri.
Oleh karena itu disarankan kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam
pembinaan kebudayaan, termasuk dalam hal ini Pemerintah Daerah di masyarakat
Pariaman betul-betul menampakkan Pesta Budaya Tabuik Piaman, agar
meningkatkan usaha-usaha pelestarian kesenian, termasuk mengintensifkan
segi-segi promosi dan publikasi. Hal yang sederhana seperti mengusahakan
miniature-miniatur bangunan tabuik untuk souvenir dan mempromosikan
makanan-makanan khas tabuik (setidak-tidaknya selama musim tabuik).
Sumber:
http://loveatiklangang.blogspot.co.id/2010/12/tabuik-pariaman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar