Kamis, 21 Maret 2019

Perkembangan Teknologi Mobile VR


Virtual reality (VR) atau realitas maya adalah teknologi yang membuat pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkunganyang disimulasikan komputer (computer-simulated environment), suatu lingkungan sebenarnya yang ditiru atau benar-benar suatu lingkungan yang hanya ada dalam imaginasi. Lingkungan realitas maya terkini umumnya menyajikan pengalaman visual, yang ditampilkan pada sebuah layar komputer atau melalui sebuah penampil stereokopik, tetapi beberapa simulasimengikutsertakan tambahan informasi hasil pengindraan, seperti suara melalui speaker atau headphone.
Beberapa sistem haptic canggih sekarang meliputi informasi sentuh, biasanya dikenal sebagai umpan balik kekuatan pada aplikasi berjudi dan medis. Para pemakai dapat saling berhubungan dengan suatu lingkungan sebetulnya atau sebuah artifak maya baik melalui penggunaan alat masukan baku seperti a papan ketik dan tetikus, atau melalui alat multimodal seperti a sarung tangan terkabel, Polhemus boom arm, dan ban jalan segala arah. Lingkungan yang ditirukan dapat menjadi mirip dengan dunia nyata, sebagai contoh, simulasi untuk pilot atau pelatihan pertempuran, atau dapat sangat berbeda dengan kenyataan, seperti di VR game. Dalam praktik, sekarang ini sangat sukar untuk menciptakan pengalaman Realitas maya dengan kejernihan tinggi, karena keterbatasan teknis atas daya proses, resolusi citra dan lebar pita komunikasi. Bagaimanapun, pembatasan itu diharapkan untuk secepatnya diatasai dengan berkembangnya pengolah, pencitraan dan teknologi komunikasi data yang menjadi lebih hemat biaya dan lebih kuat dari waktu ke waktu.



Mencoba mengatasi hal tersebut, beberapa pihak mulai mencoba menawarkan “Mobile VR”, di mana konten VR bisa dinikmati dari smartphone dengan bantuan headset sederhana, seperti Google Cardboard. Tahap awal “Mobile VR” ini memang menjanjikan, bisa mengatasi kendala yang dihadapi VR yang terhubung ke PC, karena tidak membutuhkan banyak kabel dan menawarkan mobilitas yang baik. Sebelum membahas lebih lanjut terkait Mobile VR ini, mari kita terlebih dahulu membahas terkait kegunaan VR yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini.





VR untuk Gaming

Bicara mengenai konten VR, banyak yang pastinya langsung membayangkan konten game. Memang, tidak bisa dipungkiri, minat terhadap VR meningkat salah satunya karena konten-konten game. Memainkan game di VR memang menawarkan sensasi yang berbeda, karena pemain bisa seakan-akan berada di dalam dunia game tersebut. Hal ini membuat banyak kreator game seakan punya cara baru untuk menampilkan konten mereka, dan banyak menawarkan versi VR dari game populer besutan mereka.

Selain karena tampilan konten yang terlihat berbeda, game di VR juga jadi menarik karena faktor interaktif yang diusungnya. Pemain bisa “berinteraksi langsung” dengan objek-objek di dalam game, seakan objek tersebut benar-benar ada di depan mereka. Hadirnya game-game VR ini menjadi daya tarik tersendiri yang memancing banyak orang untuk mulai mencoba VR.



VR untuk Kebutuhan Selain Gaming

Walaupun “berangkat” dari game, konten VR yang muncul tentu saja tidak semuanya terkait dengan game. Seiring perkembangannya, berbagai konten kreatif lain juga hadir memanfaatkan kelebihan yang ditawarkan oleh VR, salah satu yang juga turut populer di awal kehadiran VR dan turut mendongkrak minat terhadap VR adalah konten video di VR. Menikmati video di VR dengan konten yang memang khusus dibuat untuk VR memang menawarkan sensasi berbeda, terlebih lagi bila video yang ditawarkan merupakan video 360°. Hanya saja, video cuma jadi bagian kecil saja dari beragam konten VR yang muncul dalam beberapa waktu ini.
Konten VR lain yang tersedia, misalnya, sebagai pengembangan lanjut dari konten video, adalah untuk menonton pertunjukan “live” di mana pengguna seakan berada di arena pertunjukan tersebut. Selain itu, ada juga pemanfaatan VR untuk kebutuhan belajar-mengajar jarak jauh, di mana peserta bisa seakan melihat guru atau dosen di depan mereka sedang membawakan materi pelajaran, sementara mereka tidak berada secara fisik berada di ruangan tersebut. VR untuk belajar-mengajar ini juga bisa menawarkan pengalaman yang berbeda, di mana objek yang dipelajari pun bisa ditampilkan secara digital di hadapan para peserta, membuat interaksi dengan objek tersebut menjadi lebih baik dari sekadar membayangkannya saja atau hanya melihat foto-fotonya saja. Ada juga penggunaan VR untuk meningkatkan pengalaman pengguna untuk menikmati wahana permainan tertentu, misalnya roller coaster, di mana VR digunakan untuk “mengubah” lingkungan sekitar ke tema tertentu yang menarik.

Seiring dengan makin berkembangnya variasi konten VR ini, kebutuhan akan perangkat yang memungkinkan menikmati konten-konten tersebut dengan nyaman pun makin meningkat. VR yang dihubungkan ke PC memang bisa menawarkan kemampuan tinggi, tetapi penggunaannya sangat terbatas, dengan mobilitas yang rendah karena banyaknya kabel yang menghubungkannya dengan PC. Hal ini pada akhirnya berujung ke pengembangan penggunaan perangkat mobile, seperti smartphone, untuk menampilkan konten VR, di mana perangkat mobile dinilai bisa mengatasi masalah di atas.


VR dan Istilah yang Harus Diketahui

Sebelum beranjak lebih jauh membahas VR dengan basis perangkat mobile, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu beberapa istilah yang harus diketahui di dunia VR.
VR Head Mounted Device: adalah sebutan untuk perangkat yang dipakai oleh pengguna sebagai media untuk “melihat ke dalam dunia VR”. Terdapat dua jenis Head Mounted Device untuk VR yang ada saat ini, yaitu:
VR Headset: adalah HMD yang di dalamnya sudah dilengkapi dengan komponen elektronik seperti layar, motion tracking sensor (accelerometer, gyroscope, dll), serta komponen opsional misalnya untuk output audio, input video, dan lain sebagainya. Contoh VR Headset ini adalah Oculus Rift, HTC Vive, dan sejenisnya.
VR HMD (Head Mounted Display) Mount: berbeda dengan VR Headset, VR HMD Mount tidak memiliki komponen elektronik utama sendiri (terutama layar dan sensor), hanya berfungsi sebagai sebuah konverter untuk mengubah perangkat lain seperti smartphone agar bisa menampilkan konten VR. VR HMD Mount ini ada yang dilengkapi dengan komponen elektronik pendukung sendiri, misalnya untuk tombol kontrol, dan dihubungkan ke smartphone baik melalui konektor berbasis USB atau melalui Bluetooth. Contoh VR HMD Mount ini adalah Google Cardboard.





Google Cardboard: sesuai penjelasan di atas, ini adalah sebuah VR HMD Mount sangat sederhana yang bisa “mengubah” smartphone jadi sebuah perangkat untuk menampilkan konten VR melalui aplikasi dari Google. Konten VR yang disediakan masih sangat terbatas interaksinya, dan pengalaman VR yang ditawarkan hanya sebatas pengalaman dasar saja.
Google Daydream: adalah insiatif lebih lanjut dari Google untuk menghadirkan platform Mobile VR, atau VR yang menawarkan mobilitas tinggi, dengan set fitur yang sudah ditetapkan, sehingga memastikan konten yang dihadirkan menawarkan pengalaman yang baik. Terdapat dua jenis inisiatif Google Daydream yang dikemukakan oleh Google, yaitu:
Smartphone VR: adalah perangkat Google Daydream berupa VR HMD Mount yang membutuhkan smartphone agar bisa menampilkan konten VR. Terdapat beberapa smartphone yang disertifikasi oleh Google untuk bisa menjalankan konten VR yang tersedia di platform Google Daydream, antara lain Motorola Moto Z, Samsung Galaxy S8/S8+ dan Galaxy Note 8, LG V30, ASUS Zenfone AR, ZTE Axon 7, serta smartphone besutan Google, Pixel/Pixel XL dan Pixel 2/Pixel 2 XL, bersama dengan VR Head Mounted Device Daydream View.



Standalone VR: adalah perangkat Google Daydream berupa VR Headset, yang bisa langsung menampilkan konten dari platform Google Daydream secara out-of-the-box. Salah satu contoh produk di kategori ini adalah Lenov Mirage Solo.


n Degrees of Freedom: adalah kemampuan VR Head Mounted Device dalam mengenali dan menterjemahkan gerakan kepala pengguna ke gerakan di dalam dunia VR. n di sini melambangkan jumlah arah gerakan yang bisa dikenali oleh perangkat, umumnya 3 atau 6. 3 Degrees of Freedom berarti perangkat hanya bisa mengenali gerak maju – mundur (sumbu X), gerak kiri – kanan (sumbu Y), serta gerak naik – turun (sumbu Z). Sementara 6 Degrees of Freedom menyertakan pula pengenalan gerakan rotasi kepala seperti mengarahkan kepala ke kiri – kanan (rotasi Z), menunduk dan menengadah (rotasi Y), serta memiringkan kepala ke kiri – kanan (rotasi X).



Motion-to-Photon Latency: ini adalah jeda antara gerakan kepala yang dilakukan, berdasarkan n Degrees of Freedom, ke gerakan yang ditampilkan di dunia VR oleh perangkat. Jeda ini, bila terlalu parah, bisa menimbulkan efek rasa mual di pengguna, karena tidak sinkronnya apa yang dilihat pengguna dengan pergerakan yang dilakukan. Penjelasan lebih lanjut terkait hal ini bisa coba dibaca di artikel berikut ini: Mengenal VR: Motion to Photon Latency. MTP Latency ini bisa dikurangi dengan beberapa cara, termasuk mempercepat unit pemroses, mengurangi beban proses, serta menggunakan layar yang bisa menawarkan response time rendah, seperti layar AMOLED.

Foveated Rendering: adalah trik merendahkan kualitas rendering area tampilan yang tidak terlalu diperhatikan oleh pengguna, misalnya di area samping dan sudut-sudut layar. Hal ini akan mengurangi beban proses konten, dan membuat tampilan diproses lebih cepat, mengurangi MTP Latency bila dikaitkan dengan konten VR.


VR dengan Smartphone: Awal Mobile VR

Melanjutkan pembahasan di atas, untuk mengakomodasi konten VR di smartphone, beberapa kreasi untuk “mengubah” smartphone menjadi VR Head Mounted Display pun muncul, termasuk salah satunya adalah Google Cardboard. VR HMD Mount sangat sederhana dari Google ini memungkinkan berbagai smartphone kelas menengah ke atas digunakan untuk menampilkan konten VR, untuk game dan video. Memang, VR yang ditampilkan di smartphone + Google Cardboard ini bisa dikatakan sangat sederhana, karena berbagai keterbatasan dari sisi perangkat. Namun, ini jadi dasar lahirnya berbagai pemanfaatan smartphone untuk VR yang lebih canggih, termasuk Google Daydream, serta menjadi awal dari Mobile VR, sebagai cara menikmati konten VR yang lebih leluasa, dengan mobilitas yang tinggi.



Mengakomodasi konten Mobile VR yang makin menuntut kebutuhan yang tinggi, Mobile VR “ala kadarnya” seperti Google Cardboard ini mulai ditinggalkan, karena keterbatasan seperti tidak selalu tersedianya fitur pendukung 6 Degrees of Freedom di smartphone, serta MTP Latency yang tinggi ketika konten dijalankan di smartphone kelas menengah. Masih dengan konsep serupa, memanfaatkan smartphone sebagai media, Google menawarkan platform Google Daydream, tetapi dengan jaminan pengalaman yang lebih baik karena konten dijalankan di smartphone kelas atas dengan spesifikasi yang mumpuni, memastikan MTP Latency rendah dan menjamin seluruh gerakan terakomodasi dengan dukungan 6 Degrees of Freedom. Ini menjadi titik di mana Mobile VR bisa menawarkan pengalaman yang baik, memanfaatkan seluruh kemampuan dari smartphone menyajikan konten dengan kualitas tinggi.


Mobile VR yang Makin “Immersive”


Konten dengan kualitas tinggi di Mobile VR sendiri bukan hanya menawarkan kualitas visual yang tinggi saja. Beberapa pihak menyebutkan bahwa dibutuhkan lebih dari sekadar visual saja untuk menawarkan VR yang “immersive“, salah satunya Qualcomm yang menyebutkan bahwa kualitas suara dan interaksi pun juga mendukung konten VR kualitas tinggi. Melihat kebutuhan tersebut, tentu saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh perangkat pendukung Mobile VR makin banyak, bahkan membutuhkan semua aspek dari smartphone dan SoC di dalamnya berada di tingkat tertinggi. Itulah mengapa, smartphone yang mendapat persetujuan Google untuk digunakan di Google Daydream, semuanya merupakan smartphone kelas atas dengan spesifikasi yang tinggi, baik dari sisi SoC, sensor yang lengkap, maupun layar yang mumpuni.




Di aspek visual, layar dengan resolusi tinggi yang bisa menampilkan tampilan dengan akurasi tinggi dan latency yang rendah merupakan suatu kewajiban untuk kualitas visual terbaik. Sementara untuk interaksi, dukungan 6 Degrees of Freedom, dengan sensor yang lengkap dan akurat, akan dibutuhkan. Terakhir, untuk audio, dukungan fitur audio modern mutlak dibutuhkan. Lalu, apa hubungan ketiga hal itu dengan kebutuhan akan SoC kelas atas?

·         Agar konten bisa ditampilkan di layar dengan resolusi tinggi secara akurat dengan kualitas tinggi, CPU dan GPU di SoC harus memiliki kemampuan yang tinggi
·         Pergerakan pengguna pun harus dicatat dengan baik oleh berbagai jenis sensor pergerakan, sehingga SoC harus menawarkan dukungan untuk banyak jenis sensor
·         Sementara agar sensor bisa menyampaikan data pergerakan pengguna dengan akurat dan pengolahan data menjadi informasi gerakan di layar cepat, selain CPU, DSP di SoC haruslah menawarkan kemampuan yang tidak kalah tinggi
·         Demikian pula untuk kualitas suara yang mendukung pengalaman Mobile VR yang baik, DSP dan audio processor di SoC juga mendukung pengolahan audio kualitas tinggi
·         Untuk XR (Extended Reality) yang merupakan perluasan dari VR, kamera berkemampuan tinggi pun dibutuhkan untuk mengambil data lingkungan sekitar pengguna, dan hal ini tentu sama menuntut ISP di SoC menawarkan kemampuan tinggi pula
·         Tidak ketinggalan, sebagai bagian dari interaksi, perangkat Mobile VR juga dilengkapi dengan kontroler yang terhubung secara wireless, melalui Bluetooth. Selain itu, ada konten Mobile VR yang butuh untuk terhubung ke Internet untuk mengambil data tambahan yang diperlukan. Untuk kedua hal itu, modem yang mumpuni di SoC pun wajib ada.

Terlihat hampir seluruh bagian SoC memegang peranan penting untuk menciptakan pengalaman menikmati konten Mobile VR terbaik, dan itu berarti SoC premium yang bisa menawarkan semua hal itu memang wajib digunakan.

Solusi VR dari Qualcomm
Sebagai salah satu pihak yang mencetuskan Mobile VR yang “immersive”, Qualcomm tentu saja harus bisa menawarkan solusi yang bisa mengakomodasi tuntutan akan SoC berkemampuan tinggi yang cocok untuk VR tersebut. Oleh karena itu, SoC Snapdragon 820, yang merupakan SoC premium mereka dari tahun 2015 lalu, serta penerus-penerusnya, seperti Snapdragon 821, Snapdragon 835, serta yang akan segera hadir, Snapdragon 845, semuanya dibekali dengan komponen yang bisa memenuhi tuntutan untuk Mobile VR. Baik dari sisi CPU, GPU, DSP, ISP, dukungan sensor, audio processor, maupun modem, semua komponen di SoC premium mereka menawarkan kemampuan sesuai dengan dibutuhkan untuk Mobile VR yang “immersive”.

Satu hal yang menarik, walaupun pada dasarnya SoC premium yang ditawarkan Qualcomm tersebut lebih ditujukan untuk smartphone, perkembangan perangkat Mobile VR yang saat ini mengarah ke VR Headset, seperti untuk perangkat Stadalone VR untuk platform Google Daydream, ternyata memiliki kebutuhan yang mirip dengan Mobile VR berbasis smartphone. Oleh karena itu, SoC premium Qualcomm juga digunakan oleh beberapa produsen VR Headset untuk Mobile VR di dalam produk mereka.
Tidak hanya itu saja, Qualcomm juga menambahkan ketentuan di luar kemampuan SoC sebagai syarat pendukung kenyamanan pengguna menikmati Mobile VR, yaitu dari sisi VR Head Mounted Unit. Agar nyaman digunakan, VR Headser atau smartphone yang dipasangkan ke dalam VR HMD Mount tidak boleh menghasilkan panas tinggi, yang bisa mengurangi kenyamanan pengguna, serta tidak boleh boros daya. Qualcomm menyebutkan bahwa tantangan tersebut telah bisa diatasi di SoC premium mereka, karena mereka menggunakan litografi yang mendukung diproduksinya SoC yang tidak menghasilkan panas berlebih saat bekerja dan tidak boros daya, yaitu litografi 14 nm untuk Snapdragon 820 dan Snapdragon 821, serta 10 nm untuk Snapdragon 835 dan Snapdragon 845.

Mobile VR dengan Teknologi Qualcomm

Salah satu contoh smartphone Mobile VR, melalui dukungan untuk Google Daydream, yang dibekali teknologi dari Qualcomm adalah LG V30 Plus. Smartphone ini hadir dengan engusung SoC Snapdragon 835, yang merupakan SoC premium dari Qualcomm yang dibekali dengan CPU & GPU yang kencang, ISP berkemampuan tinggi, DSP yang mumpuni, modem yang mendukung koneksi seluler standar tertinggi, dukungan untuk sensor yang melimpah, serta codec audio yang baik. Semua komponen di dalam SoC tersebut pastinya memungkinkan LG V30 Plus ini memiliki kemampuan yang mumpuni untuk Mobile VR, dan telah mendapatkan sertifikasi untuk Google Daydream.

Selain itu, hadirnya layar P-OLED 6.0″ dengan resolusi 2880 x 1440 piksel juga menjadi kunci pengalaman terbaik untuk Mobile VR, di mana layar dengan basis OLED memang dikenal menawarkan response time rendah, sehingga sesuai untuk tuntutan kebutuhan Mobile VR. Bila dikombinasikan dengan VR HMD Mount Daydream View, smartphone ini akan bisa menyajikan berbagai konten Mobile VR yang menarik yang ada dalam platform Google Daydream.

Produk
LG V30 Plus
Layar
6.0″ P-OLED FullVision 18:9 (2880 x 1440 piksel)
Processor
Snapdragon 835 (Octa Core – Kryo 280: 4x 2.45 GHz & 4x 1.9 GHz)
GPU
Adreno 540
Memory
RAM 4 GB/Internal Storage 128 GB
Baterai
Non-Removable 3300 mAh
Konektivitas
4G LTE, Bluetooth v5.0, Wi-Fi 802.11 a/b/g/n/ac, Wi-Fi Direct, USB 3.1 Type C
Kamera
Kamera belakang: Dual 16 MP + 13 MP
Kamera depan: 5 MP
Sistem Operasi
Android Nougat 7.1.2




Berikut adalah beberapa video tentang Perkembangan Teknologi VR di Indonesia





Daftar Pustaka

http://gadget.jagatreview.com/2018/02/perkembangan-teknologi-mobile-vr/

https://en.wikipedia.org/wiki/Virtual_reality

https://www.codepolitan.com/virtual-reality-dan-perkembangannya

https://www.indoworx.com/virtual-reality/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar